Melihat perfilman di Indonesia sekarang muncul berbagai macam tanggapan, ada yang bilang telah berkembang karena tidak monoton dan menghibur. Ada juga yang bilang, stagnan. Mungkin memang iya perfilman di Indonesia telah berkembang, jika dilihat dari animo masyarakat ketika menonton film dalam negeri di beberapa bioskop di Indonesia, hal itu juga merupakan penghargaan tak langsung dari masyarakat kepada para sineas dalam menampilkan bakat mereka. Menurut saya juga begitu tentang perfilman Indonesia sekarang, berkembang dari segi kualitas tentunya namun hanya dapat ditemukan dari beberapa film saja.
Membicarakan kebangkitan film Indonesia tidak lepas dari beberapa film "penggerak", beberapa bisa saya sebut yaitu "Ada Apa Dengan Cinta", film drama cinta fenomenal saat itu, tidak hanya cinta saja tapi terselipkan beberapa puisi-puisi indah yang romantis dan tentu saja adegan Rangga mencium bibir Cinta yang dibilang "out of box". Lalu ada " Petualangan Sherina", yang hadir untuk kalangan semua umur sehingga aman dilihat dan ceritanya tidak membosankan. Dan film bergenre horor datang dari "Jelangkung", yang mengangkat dari cerita masyarakat dikemas sangat bagus dan ceritanya tidak menggantung.
Setelah itu muncul banyak film yang berkualitas bahkan mendapatkan penghargaan dari luar negeri, seperti Arisan, Pasir Berbisik, Biola Tak Berdawai. Selain itu film yang diangkat dari novel terkenal juga seperti Gie dan Laskar Pelangi atau film religi seperti 3 doa 3 cinta.
Namun dibalik semua kesuksesan tersebut, muncul banyaknya opini negatif tentang perfilman Indonesia. Mulai dari yang hanya menjual "paha dada" saja maupun kualitas cerita yang tidak masuk akal dan parahnya ada yang berbohong kepada publik tentang kemunculan aktor terkenal dunia yang ternyata palsu.
Mencari keuntungan daripada menghasilkan kualitas yang bagus, mungkin masih menjadi pilihan bagi beberapa rumah produksi film, sungguh menyedihkan, film-film komedi atau horor setengah seks ( bahkan lebih banyak adegan vulgar dan seks nya ) cenderung banyak muncul ketimbang film berkualitas. Sungguh disayangkan mengingat banyak nya film luar yang semakin bagus dan canggih, membuat masyarakat Indonesia semakin lebih banyak memilih untuk menonton film luar ketimbang dalam.
Entah kenapa hal tersebut mengingatkan kita pada film tahun 90an yang masih mengandalkan adegan vulgar sebagai jurus jitu mengeruk keuntungan, padahal jika dilihat, banyak film yang mengembangkan cerita dari kehidupan masyarakat sekitar contohnya Laskar Pelangi, cerita tentang anak-anak dari Belitung yang berusaha mencapai mimpi mereka yang banyak cobaan dan sangat mengharukan, diselipkan juga keindahan pulau Belitung mendapatkan banyak sambutan dari masyarakat kita sendiri hingga pada Festival film di Iran dan Berlin mendapatkan pernghargaan film ini. Cuma itu ?? masih ada banyak, mungkin yang terakhir saya tahu, "The Raid" berhasil mendapatkan tempat diantara jajaran film Hollywood saat itu.

Selain karena faktor dari beberapa rumah produksi yang "mata duitan" atau "gila sensasi", salah satu faktor masyarakat beropini negatif dengan film-film buatan sendiri, adalah karena "pasti-bentar-lagi-filmnya-diputer-di-tv". Opini seperti itu banyak muncul, dan tidak munafik kita juga beranggapan seperti itu dikala ada film Indonesia yang sedang diputar. Menurut saya sendiri, apa yang dilakukan beberapa stasiun televisi kita tidak mendukung "kesakralan" dari film buatan dalam negeri. Bukan membandingkan sebelumnya, tapi ketika saya melihat beberapa channel film luar negeri, mereka tidak pernah menampilkan film yang 4-5 bulan sebelumnya lagi diputar di bioskop disana. Jika saya ingat, jeda mereka memutar film di channel televisi jaraknya sekitar 1-3 tahun dari premier. Di Indonesia? film "Perahu Kertas" yang baru main pada bulan September, kemarin tanggal 1 Januari telah muncul di salah satu stasiun televisi swasta Indonesia. Jadi ada beberapa masyarakat yang (mungkin) akan berpikir untuk menonton film Indonesia di televisi ketimbang membayar tiket untuk menonton di bioskop dan lebih memilih film luar.
Sungguh ironi melihat banyak film luar menguasai beberapa bioskop di segala penjuru Indonesia. Sudah seharusnya, film Indonesia berjaya di negaranya sendiri. Harapan itu masih ada ketika saya melihat film "5 cm" ketika premier pada tanggal 12-12-2012, standing applause membahana dalam studio film tersebut yang diberikan oleh penonton, dan beberapa kali saya melihat antrian panjang masih mewarnai perjalanan film tersebut padahal sudah ada 1 bulan lebih sejak film itu diputar.
Semoga masih ada film berkualitas yang muncul dari tangan para senias Indonesia, dan masyarakat selalu menantikan film yang dapat membuat bangga ketika menontonnya dan menghibur tentunya.
Selain karena faktor dari beberapa rumah produksi yang "mata duitan" atau "gila sensasi", salah satu faktor masyarakat beropini negatif dengan film-film buatan sendiri, adalah karena "pasti-bentar-lagi-filmnya-diputer-di-tv". Opini seperti itu banyak muncul, dan tidak munafik kita juga beranggapan seperti itu dikala ada film Indonesia yang sedang diputar. Menurut saya sendiri, apa yang dilakukan beberapa stasiun televisi kita tidak mendukung "kesakralan" dari film buatan dalam negeri. Bukan membandingkan sebelumnya, tapi ketika saya melihat beberapa channel film luar negeri, mereka tidak pernah menampilkan film yang 4-5 bulan sebelumnya lagi diputar di bioskop disana. Jika saya ingat, jeda mereka memutar film di channel televisi jaraknya sekitar 1-3 tahun dari premier. Di Indonesia? film "Perahu Kertas" yang baru main pada bulan September, kemarin tanggal 1 Januari telah muncul di salah satu stasiun televisi swasta Indonesia. Jadi ada beberapa masyarakat yang (mungkin) akan berpikir untuk menonton film Indonesia di televisi ketimbang membayar tiket untuk menonton di bioskop dan lebih memilih film luar.
Sungguh ironi melihat banyak film luar menguasai beberapa bioskop di segala penjuru Indonesia. Sudah seharusnya, film Indonesia berjaya di negaranya sendiri. Harapan itu masih ada ketika saya melihat film "5 cm" ketika premier pada tanggal 12-12-2012, standing applause membahana dalam studio film tersebut yang diberikan oleh penonton, dan beberapa kali saya melihat antrian panjang masih mewarnai perjalanan film tersebut padahal sudah ada 1 bulan lebih sejak film itu diputar.
Semoga masih ada film berkualitas yang muncul dari tangan para senias Indonesia, dan masyarakat selalu menantikan film yang dapat membuat bangga ketika menontonnya dan menghibur tentunya.